Rabu, 08 Januari 2020

Teladan dari Tokoh Integrasi Indonesia

Kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 di mna pada saat itu juga masih ada kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Hebatnya, para penguasa kerajaan-kerajaan tersebut lebih memilih untuk meleburkan kerajaan mereka ke dalam negara Republik Indonesia. Hal ini bisa terjadi tak lain karena dalam diri para raja dan rakyat di daerah mereka telah tertanam dengan begitu kuat rasa kebangsaan Indonesia. Mereka lebih memilih bergabung dengan Republik Indonesia daripada bergabung dengan Belanda atau berdiri sendiri. Sikap nasionalisme para raja pada waktu itu patut kita hargai dan kita teladani.

Meski demikian tak semua raja yang ada pada waktu itu mau bergabung dengan negara kesatuan RI. Salah satu contohnya adalah Sultan Hamid II dari Pontianak. Sultan Hamid II adalah seorang menteri di Kabinet Indonesia Serikat (RIS). Dia berjasa menciptakan lambang Garuda Pancasila yang menjadi lambang negara Indonesia.  Namun pada tahun 1950-an lebih memilih berontak hingga turut serta dalam rencana jahat terhadap beberapa tokoh dan pejabat di Jakarta, meski akhirnya mengalami kegagalan. Berikut contoh dua orang raja yang memilih untuk melawan Belanda dan bergabung dengan negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta dan Sultan Syarif Kasim II dari kerajaan Siak.

1. Sultan Hamengkubuwono IX (1912-1988)
BiografiGusti Raden Mas Dorodjatun atau Sri Sultan Hamengkubuwana IX adalah Pahlawan Nasional dan seorang Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta (1940-1988). Beliau juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Beliau dilahirkan di Yogyakarta 12 April 1912 dan Wafat Amerikadi  Serikat, 3 Oktober 1988serta dimakamkan di Imogiri, Yogyakarta. Beliau menempuh pendidikan di Pendidikan :Eerste Europese Lagere School, Yogyakarta, Neutrale Europese Lagere School.Yogyakarta, Hogere Burger School, Bandung, Hogere Burger School, Semarang, Gimnasium, Haar, Negeri Belanda, dan Fakulteit Indologi pada Rijksuniversiteit (Sampai  tingkat doktoral) Leiden, Negeri Belanda
Peran
  1. Pada tahun 1940, ketika Sultan Hamengkubuwono IX dinobatkan menjadi raja Yogjakarta, ia dengan tegas menunjukkan sikap nasionalismenya. Dalam pidatonya saat itu, ia mengatakan: “Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa.”
  2. Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah menolak tawaran Belanda yang akan menjadikannya raja seluruh Jawa setelah agresi militer Belanda II berlangsung.
  3. Sultan bersama Paku Alam IX adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. 
  4. Tiga minggu setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan Kerajaan Yogjakarta adalah bagian dari negara Republik Indonesia. Dimulai pada tanggal 19 Agustus, Sultan mengirim telegram ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas terbentuknya Republik Indonesia dan terpilihnya Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
  5. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. 
  6. Sultan memberikan banyak fasilitas bagi pemerintah RI yang baru terbentuk untuk menjalankan roda pemerintahan. Markas TKR dan ibukota RI misalnya, pernah berada di Yogjakarta atas saran Sultan. Bantuan logistik dan perlindungan bagi kesatuan-kesatuan TNI tatkala perang kemerdekaan berlangsung, juga ia berikan.
  7. Sultan Hamengkubuwana IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940-1988.
  8. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. 
  9. Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Nilai kepahlawanan yang ditunjukan oleh Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono IX begitu terasa di masyarakat. Bahkan sebagai seorang pewaris tahta kerajaan (Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat), beliau tidak bersikap sombong dan mau bergaul dengan rakyat jelata. Perjuangannya tidak hanya berhenti pada masa awal kemerdekaan, namun berlanjut sampai mengisi kemerdekaan itu sendiri, bahkan sampai akhir hayat hidupnya diabdikan untuk kepentingan bangsa dan negaranya (Indonesia). Inilah segi yang menarik dari pribadi Hamengku Buwono IX yang begitu merakyat, walaupun dia adalah seorang raja.

2. Sultan Syarif Kasim II (1893-1968)
BiografiSultan Syarif Kasim II lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893 adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak. Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim. Sultan Namanya kini diabadikan untuk Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru..Di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II, Siak menjadi ancaman bagi Pemerintah Hindia Belanda. Soalnya, dia secara terang-terangan menunjukkan penentangannya terhadap penjajahan. Dengan lantangnya, Syarif Kasim II menolak Sri Ratu Belanda sebagai pemimpin tertinggi para raja di kepulauan Nusantara, termasuk Siak.
Peran
  1. Ia memiliki sikap bahwa kerajaan Siak berkedudukan sejajar dengan Belanda. Berbagai kebijakan yang ia lakukan pun kerap bertentangan dengan keinginan Belanda.
  2. Ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke Siak, Sultan Syarif Kasim II segera mengirim surat kepada Soekarno-Hatta, menyatakan kesetiaan dan dukungan terhadap pemerintah RI serta menyerahkan harta senilai 13 juta gulden untuk membantu perjuangan RI. 
  3. Sultan Syarif Kasim II membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik.
  4. Beliau mengajak raja-raja di Sumatera Timur lainnya agar turut memihak republik. Saat revolusi kemerdekaan pecah,
  5. Beliau juga kembali menyerahkan kembali 30 % harta kekayaannya berupa emas kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bagi kepentingan perjuangan. 
  6. Ketika Van Mook, Gubernur Jenderal de facto Hindia Belanda, mengangkatnya sebagai “Sultan Boneka”Belanda, Sultan Syarif Kasim II tentu saja menolak. Ia tetap memilih bergabung dengan pemerintah Republik Indonesia.

Sultan Syarif Kasim II dihormati orang karena kata dengan perbuatannya. Beliau tidak hanya mendukung NKRI dengan maklumat dan pernyataan politik saja, tetapi juga dengan menyumbangkan harta miliknya dalam jumlah sangat besar kepada negara. Dia tidak hanya menyayangi rakyatnya dengan kata dan ungkapan, tetapi juga dengan mencerdaskannya lewat penyediaan sekolah. Syarif mendukung perjuangan lewat seruan di istana, tapi juga hadir dalam kancah perjuangan dengan bantuan yang konkrit.